ARUSBAWAH.CO - Disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi UU di DPR RI, membuat para pekerja ibu hamil bisa mendapatkan cuti maksimal 6 bulan setelah melahirkan.
Meski ada beberapa persyaratan serta rincian upah yang diatur dalam pasal-pasan UU baru itu, kebijakan ini disambut baik masyarakat.
Paling tidak, jangka waktu cuti menjadi dua kali lebih lama dibandingkan dengan aturan sebelumnya.
Berdasarkan aturan lama atau Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, ibu pekerja hanya bisa paling lama cuti bersalin paling lama tiga bulan (1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan lagi setelah melahirkan).
Menilik aturan UU KIA ini, jika dibandingkan dengan kebijakan yang ada di beberapa negara lain, jangka waktu 6 bulan untuk cuti melahirkan, sebenarnya tidaklah terlalu istimewa.
Pasalnya, di beberapa negara lainnya, jangka waktu cuti melahirkan bahkan bisa melebihi 6 bulan.
Tim redaksi himpun beberapa negara yang memberlakukan cuti melahirkan dengan waktu terlama.
Negara yang berbatasan dengan Rusia di sebelah timur ini dikenal sebagai negara yang paling memberikan toleransi maksimal untuk urusan cuti melahirkan.
Republik Estonia, berdasarkan laporan dari BBC, memberikan cuti melahirkan selama 85 minggu lamanya.
Itu setara 1,5 tahun. Selain memberikan waktu yang cukup lama untuk urusan melahirkan, persoalan upah pun tak dipotong, atau tetap mendapatkan gaji penuh dari perusahaannya.
Dikutip dari laporan UNICEF, Hungaria menawarkan cuti melahirkan selama 72 minggu atau sekitar 16 bulan untuk para ibu.
Dirangkum dari CNN Business, Bulgaria mengizinkan para perusahaan yang mempekerjakan wanita hamil untuk dapat memanfaatkan cuti melahirkannya dengan baik.
Jatah cuti ibu melahirkan diatur selama 59 minggu.
Nomor empat adalah Inggris. Di sana, hak cuti melahirkan diatur selama satu tahun penuh atau sekitar 52 minggu.
Meskipun, ada aturan untuk rincian gaji hanya diberikan penuh untuk 12 minggu.
Di Denmark, ibu hamil yang melahirkan akan mendapatkan cuti hamil selama 18 minggu.
Rinciannya, 4 minggu sebelum kelahiran dan 14 minggu setelah melahirkan. Mereka pun akan mendapatkan gaji penuh alias tidak ada potongan gaji.
Lantas, bagaimana sebenarnya kebijakan cuti melahirkan hingga 6 bulan yang akan diberlakukan di Indonesia?
Berikut beberapa poin penting dari disahkannya RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang kini sudah menjadi UU itu, terkhusus soal cuti melahirkan.
RUU KIA disahkan dalam agenda rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parleman Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/6/2024).
Rapat saat itu dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI bersama dengan pemerintah telah menyepakati RUU KIA pada tingkat I di tanggal 25 Maret 2024 untuk diproses lebih lanjut pada pembahasan tingkat II di Rapat Paripurna.
Ada 9 fraksi di Komisi VIII menyetujui dengan I fraksi, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memberikan catatan untuk melengkapi klausul menimbang ditambah pasal 28 B ayat I dan Pasal 34 UUD 1945.
Ibu pekerja yang melahirkan bisa mendapat cuti hingga 6 bulan dengan sejumlah persyaratan,
Adapun hak cuti ibu melahirkan itu terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang bunyinya:
Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
a. cuti melahirkan dengan ketentuan:
1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Dengan demikian, bisa disimpulkan, ibu pekerja bisa mendapatkan cuti paling lama enam bulan.
Sebagai informasi, berdasarkan aturan lama atau Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, ibu pekerja hanya bisa paling lama cuti bersalin paling lama tiga bulan (1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan lagi setelah melahirkan).
Meski demikian, terdapat kondisi khusus sebelum ibu pekerja yang bersalin bisa memperoleh cuti paling lama enam bulan.
Dalam hal ini, ibu pekerja yang akan bersalin otomatis mendapat jatah cuti selama tiga bulan, namun ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi apabila ingin mendapatkan cuti tambahan tiga bulan lagi.
Kondisi dan persyaratan khusus tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (5) UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang bunyinya:
Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi:
a. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi. (pra)