ARUSBAWAH.CO - Tekanan terhadap warga Kabupaten Paser, Desa Muara Langon, Dusun Muara Kate, Kalimantan Timur, akibat aktivitas tambang batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM) belum juga mereda.
Meski Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud telah berjanji akan bertindak tegas usai aksi 15 April lalu, namun hingga kini belum ada langkah konkret.
Saat diwawancara redaksi Arusbawah.co, Muhammad Irfan Gazi, pengacara publik LBH Samarinda, mengungkap bahwa janji gubernur sejauh ini baru sebatas surat evaluasi, bukan tindakan langsung terhadap pelanggaran yang dilakukan PT MCM.
“Memang benar ada surat yang ditandatangani gubernur, tapi itu hanya untuk evaluasi, bukan pencabutan,” ujarnya usai Konferensi Pers di Hotel Zoom Samarinda, Selasa (29/4/2025).
Irfan yang ikut dalam pertemuan dengan gubernur menjelaskan belum ada instruksi gubernur ke kepala daerah untuk menegakkan Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012.
LBH Samarinda pun telah mengajukan surat keberatan administratif kepada Gubernur Kaltim.
Irfan menyebut, jika tidak ditindaklanjuti, pihaknya siap menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kalau gubernur tetap abai, ya kita gugat. Gugat perbuatan melawan hukum, dan ini bisa dilakukan kapan saja jika bukti temuan baru dari warga muncul,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Perda 10 Tahun 2012 sudah jelas melarang lalu lintas batubara di jalan umum tanpa izin.
“Kalau warga nanti temukan truk lagi, seperti di bulan Februari lalu, itu cukup jadi dasar gugatan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, warga Muara Kate masih terus berjaga sendiri di Batu Kajang tanpa bantuan negara.
Irfan juga mengonfirmasi adanya praktik lobi pasca tragedi penyerangan terhadap warga Muara Kate.
“Warga melapor ke kami, memang ada vendor yang coba melobi agar hauling tetap jalan,” katanya.
Praktik semacam itu disebutnya membahayakan dan berpotensi memperpanjang penderitaan masyarakat.
Soal penegakan hukum, Irfan menyebut peran Polda Kaltim, terutama dalam penyelidikan kasus pembunuhan di Posko Perjuangan Muara Kate.
“Polda memang saat ini sedang intensif melakukan penyelidikan. Kita dukung itu, karena pelaku harus diungkap. Warga pun diminta hadir sebagai saksi,” tuturnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa Polda tak boleh sekadar fokus pada kriminalitas, tapi juga memberi jaminan keamanan bagi warga.
Ia menegaskan, gubernur tetap memiliki tanggung jawab utama atas penegakan Perda.
“Dalam surat Komnas HAM, jelas disebut ada dua tanggung jawab ke gubernur untuk Perda, ke Polda untuk penyelidikan pidana,” ujarnya.
Kemudian, Mareta Sari, Dinamisator JATAM Kaltim, menyatakan warga Paser kini masih hidup dalam ketakutan akibat ancaman dari aktivitas pertambangan ilegal.
“Pasca aksi di Kantor Gubernur, tidak ada perubahan berarti. Pemerintah tetap diam, sementara warga terus berjaga,” katanya.
Ia menyebut penggunaan jalan umum oleh PT MCM sepanjang 126 km tanpa izin adalah pelanggaran hukum serius.
Mareta menambahkan, lalu lintas batubara diduga tetap berlangsung diam-diam, terutama saat warga sudah lelah berjaga.
“Ada laporan warga yang melihat truk batubara beroperasi dini hari. Jalan semakin rusak, itu bukti kuat masih ada aktivitas hauling,” ungkapnya.
Ia menyebut salah satu vendor, PT Emirat, sebagai pihak yang aktif melakukan lobi terhadap warga.
Kemudian, pada 25 April 2025 dini hari, warga nyaris menjadi korban lagi.
Menurut Mareta, seorang ibu hampir terlindas truk batubara saat sedang berjaga di Posko Batu Kajang.
Truk tersebut kabur begitu mengetahui akan diperiksa warga.
“Ini bukti bahwa negara belum hadir. Warga masih sendiri di garis depan,” pungkas Mareta.
(wan)
