ARUSBAWAH.CO – Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara (Kukar) 2024 berujung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi calon petahana, Edy Damansyah.
Keputusan tersebut juga memerintahkan agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam waktu 60 hari untuk Pilkada Kukar 2024.
Namun, mantan Ketua Bawaslu Kaltim, Saiful Bahtiar, menilai durasi waktu yang diberikan terlalu singkat untuk menjamin PSU berjalan dengan baik dan sesuai aturan.
“Saya meragukan waktu 60 hari ini, karena tahapan normal dalam pilkada biasanya memakan waktu sekitar 9 bulan. Bahkan jika dipadatkan, seharusnya minimal memerlukan 5 sampai 7 bulan,” ujar Syaiful.
Ia menjelaskan bahwa selama 10 tahun pengalamannya di Bawaslu, PSU yang pernah terjadi hanya dilaksanakan di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) tertentu.
Kali ini, PSU harus diadakan secara menyeluruh di seluruh wilayah Kukar, yang menurutnya lebih mirip dengan pemilihan ulang daripada sekadar PSU di beberapa lokasi.
Syaiful juga menyoroti tantangan teknis dalam pelaksanaan PSU di Kukar.
Menurutnya, salah satu hal paling krusial adalah kesiapan anggaran, pencetakan logistik, serta pembentukan badan ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“PSU ini membutuhkan biaya besar. Apakah pemerintah daerah atau pusat sudah menyiapkan anggaran tambahan? Jika tidak ada mekanisme yang jelas, proses PSU nanti bisa menghadapi masalah,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti bahwa proses pencetakan dan distribusi surat suara seharusnya mengikuti mekanisme tender sesuai aturan.
Namun, mengingat keterbatasan waktu, ia khawatir langkah-langkah darurat yang diterapkan justru bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Apakah pencetakan logistik bisa dilakukan tanpa lelang? Jika iya, harus ada dasar hukum yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan hukum di masa depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Syaiful kembali mengingatkan bahwa selama pelaksanaan PSU nanti, kepala daerah yang sebelumnya menjabat tetap memiliki pengaruh politik yang besar.
Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap potensi kecurangan, terutama yang melibatkan aparat pemerintahan dan penggunaan fasilitas negara.
“Undang-Undang Pilkada pada Pasal 70, 71, dan 73 sudah jelas bahwa kepala daerah tidak boleh menggunakan kekuasaan birokrasi untuk kepentingan politik. Hal ini harus diawasi dengan seksama agar tidak terjadi manipulasi suara,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan Bawaslu sangat penting dalam PSU ini, terutama untuk memastikan tidak ada tekanan dari pihak manapun terhadap pemilih.
Ia menegaskan bahwa PSU seharusnya menjadi momentum demokrasi yang adil, bukan sekadar formalitas untuk menuruti putusan MK.
Dengan diskualifikasi Edy Damansyah, partai pengusung seperti PDIP, Demokrat, dan Partai Gelora kini memiliki opsi untuk mencalonkan figur baru.
Menurut Syaiful, strategi yang diterapkan oleh partai politik akan sangat menentukan hasil PSU ini.
“Jika mesin partai bekerja optimal, PDIP bisa saja tetap menang meskipun calon bupatinya diganti. Namun, jika terjadi perpecahan internal atau muncul strategi baru dari lawan politik, hasil PSU bisa berbeda dari pilkada sebelumnya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keputusan MK yang hanya mendiskualifikasi calon bupati tanpa mengubah paket pengusung dapat memengaruhi dinamika politik di Kukar.
“Saat ini belum ada perubahan dalam komposisi partai pengusung. Artinya, partai-partai masih bisa mengusulkan calon baru. Tapi apakah mereka akan tetap solid? Itu yang menarik untuk diamati,” tambahnya.
Syaiful menyimpulkan bahwa PSU di Kukar tidak hanya soal mengulang pemilihan, tetapi juga merupakan ujian bagi sistem demokrasi di Indonesia.
Dengan keterbatasan waktu, aturan yang multitafsir, serta tantangan teknis di lapangan, PSU ini berpotensi menimbulkan permasalahan baru jika tidak diawasi dengan baik.
“Jika tidak dikawal dengan ketat, PSU ini bisa jadi malah lebih kacau daripada pilkada sebelumnya. KPU, Bawaslu, dan aparat hukum harus bekerja maksimal agar PSU berjalan sesuai prinsip demokrasi yang jujur dan adil,” tegasnya.