ARUSBAWAH.CO - Tak masuk dalam item APBN pada 2024 ini, skema Dana Abadi Perubahan diprediksi bisa diakomodir pada APBN 2025 mendatang.
Lantas, apa sebenarnya Dana Abadi Perubahan itu?
Apa dampak Dana Abadi Perumahan bagi masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang seharusnya menjadi target dari program pemerintah untuk pengembangan perumahan itu?
Isu Dana Abadi Perumahan mulai kembali running setelah adanya media briefing oleh pihak terkait pada Jumat (21/6/2024) lalu di Jakarta.
Di kesempatan itu, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Haryo Bekti Martoyoedo mengatakan bahwa skema Dana Abadi Perumahan bisa saja dijalankan pada 2025 mendatang, selama itu masuk dalam pos anggaran APBN.
Hal itu perlu dilakukan, karena hanya ada tiga pola dana APBN bisa keluar dari pemerintah, yakni hibah, investasi pemerintah serta PMN (Penyertaan Modal Negara).
Untuk itu, saat ini, bersama dengan Kementerian Keuangan, pihaknya sedang dalam tahap pengusulan untuk seperti apa dan bagaimana dana abadi itu bisa tersalurkan.
Haryo melanjutkan, bisa saja bentuknya dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) atau dititipkan dananya ke Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sebagai operator investasi pemerintah (OIP).
Jika demikian, maka skema seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) itu bukan lagi dikelola oleh Kemenkeu, melainkan diinvestasikan ke BP Tapera.
Saat ini, dinilai masyarakat masih kesulitan untuk memiliki rumah.
Pendanaan, tentu saja masih jadi kendala utama.
Nah dengan adanya dana abadi perumahan, diharapkan lebih banyak lagi masyarakat, dalam hal ini MBR, yang bisa mendapatkan pembiayaan murah.
"Jadi konsepnya kita bentuk dana abadi. Bagaimana caranya bentuk dana abadi? Dana FLPP yang tadinya disalurkan langsung ke masyarakat, kita tampung dulu di pos dana abadi," ucap Direktur Konsumer BTN Hirwandi Gafar di Jakarta Kamis (4/4/2024), dilansir dari Tribunnews.
Selama ini MBR yang ingin memiliki hunian mendapatkan dukungan pemerintah melalui KPR subsidi dalam bentuk FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
Pemerintah mengucurkan dana FLPP sekitar Rp 20 triliun per tahun. Adapun pengelola dana abadi tersebut, menurut Hirwandi bisa dilakukan oleh BP Tapera.
"BP Tapera yang mengelola dana abadi, Bisa investasi di instrumen yang ber-yield tinggi, misalnya yang 6-7 persen," kata dia.
Nantinya hasil dari investasi tersebut yang digunakan untuk memberikan subsidi kepada MBR yang ingin mendapatkan pembiayaan kepemilikan rumah.
"Hasil investasi itu yang digunakan untuk subsidi. Nah dana untuk KPR-nya, bank yang menyediakan 100 pesen. Kan konsepnya subsidi kayak KUR, bedanya kalau KUR masih dari dana belanja pemerintah, kalau ini dari dana abadi perumahan. Jadi lebih expand dari KUR, dan tidak hilang," ujarnya.
Dia menegaskan, dengan adanya dana abadi perumahan, maka pembiayaan hunian bagi masyarakat akan makin terjamin.
"Nah kalau ini sudah terbentuk dana abadi maka ke depan ada kepastian, setiap tahun jumlah unit untuk disalurkan ke masyarakat, ke MBR ada kepastian. Ganti pemerintahan juga tidak ada masalah, karena ada kepastian," cetus Hirwandi.
Sumber dana abadi perumahan Hirwandi memaparkan, FLPP bisa menjadi sumber dana awal untuk pembentukan dana abadi perubahan ini.
"Setiap tahun pemerintah dalam APBN dalam bentuk FLPP ditaruh di dana abadi tadi. Kemudian kita salurkan ke masyarakat, pengembalian dari masyarakat ditaruh lagi di dana abadi," cetusnya.
Selain itu dana abadi juga juga bisa dari iuran hari tua BP Jamsostek.
"Itu kan ada jaminan hari tua. Di peraturan pemerintah jaminan hari tua, 30 persen bisa dimanfaatkan untuk perumahan. Di Jamsostek ada sekitar Rp 300 triliun, 30 persennya sekitar Rp 90 triliun, itu gede," kata dia.
Hitungan Hirwandi, dengan bersumber awal dari FLPP hingga BP Jamsostek, setidaknya perlu 15 tahun untuk membentuk dana abadi perumahan ini.
"Dana FLPP yang sudah tersalurkan saat ini kurang lebih Rp 100 triliun. Kalau dana Jamsostek masuk, sekitar Rp 90 triliun, jadi Rp 190 triliun. Kalau setiap tahun pemerintah menutup Rp 20 triliun-Rp 30 triliun, toh jauh lebih kecil daripada KUR, jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan subsidi energi. Taruhlah Rp 30 triliun setiap tahun, maksimal sampai 15 tahun, berarti ada Rp 450 triliun," paparnya.
"Ditambah yang sudah ada Rp 190 tirilun. Ditambah mungkin ada dana wakaf atau CSR dari bumn, nanti bisa terbentuk Rp 800 triliun, insya Allah itu cukup," tambah dia.
Dari dana abadi tersebut menurut Hirwandi, setidaknya bisa membiayai 400.000 rumah bagi MBR setiap tahunnya.
Saat ini backlog perumahan Indonesia masih tinggi, yakni mencapai 12,7 juta unit.
Sebagai informasi baclokg perumahan adalah kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan.
Sementara rumah tangga yang menghuni rumah layak huni baru 56,5 persen. (pra)