ARUSBAWAH.CO - Sebanyak 73 sekolah di Samarinda dilaporkan ke Polresta Samarinda terkait dugaan praktik pungutan liar dan penjualan buku.
Kasus ini dilaporkan oleh aliansi "Mamak Marah" dengan dukungan dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim.
Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, menyatakan bahwa kasus ini melibatkan sekolah-sekolah di 10 kecamatan, yaitu Sungai Pinang, Sungai Kunjang, Loa Janan Ilir, Palaran, Sambutan, Samarinda Kota, Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, dan Samarinda Utara.
"73 sekolah ini sudah dimasukkan dalam laporan di Polresta Samarinda," jelas Rina.
Rina menegaskan. aliansi "Mamak Marah" memegang data terkait kasus ini, sementara TRC PPA bertugas mendampingi dan mengawal proses hukum.
"Kami mendampingi mereka dalam pengawalan kasus ini. Data yang ada juga telah diberikan kepada tim investigasi dan pihak dinas pendidikan," tambahnya.
Selain itu, TRC PPA juga menerima laporan mengenai intimidasi terhadap orang tua murid yang menolak kebijakan sekolah terkait pembelian buku.
"Sejauh ini, ada 12 laporan intimidasi yang masuk ke TRC. Namun, kami perlu memastikan apakah intimidasi tersebut mengarah pada tindakan kriminal atau hanya sekadar ancaman biasa. Seperti ada 2 kasus tertangani, satu dimediasi oleh TWAP, satunya sudah berjalan di Polresta Samarinda. " ungkap Rina.
Dalam menangani kasus intimidasi, TRC PPA memberikan dukungan psikologis kepada para korban.
"Kami menyarankan agar para orang tua tetap tenang dan berani melawan jika intimidasi terjadi. Jika ada ancaman serius seperti anak tidak naik kelas, segera laporkan kepada kami," tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya bersabar dalam menghadapi masalah in, karena pemerintah sedang memproses aduan dengan serius dalam penanganan kasus jual beli buku ini.
"Pemerintah sudah mengeluarkan surat edaran yang melarang penjualan buku dan pungutan lainnya di sekolah. Ini adalah langkah besar yang perlu diapresiasi. Namun, proses tindak lanjut di setiap sekolah membutuhkan waktu," imbuhnya.
Diketahui tim investigasi yang menangani kasus ini diketuai oleh Ridwan Tassa, melibatkan berbagai pihak seperti Inspektorat, Pemerintah Kota Samarinda, Tim Wali Kota untuk Percepatan Pembangunan (TWAP), serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan pihak terlibat lainnya. (ale)